Defisit Menjadi Jangkar
31 Oktober 2017
Realisasi penerimaan, pengeluaran, dan utang pemerintah tahun ini ditargetkan terkendali dengan defisit 2,67 persen. Dengan kapasitas fiskal tersebut dan geliat perekonomian sepanjang tahun 2017, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksikan mencapai 5,17 persen.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 paling mutakhir dirilis Direktorat Jenderal Perbendaharaan per 31 Agustus. Data diumumkan September lalu. Dari target pendapatan sebesar Rp 1.714 triliun, realisasinya mencapai Rp 973,2 triliun atau 56,1 persen. Sementara realisasi belanja negara pada periode yang sama sebesar Rp 1.198,3 triliun atau 56,2 persen dari pagu senilai Rp 2.133 triliun.
Dengan demikian, realisasi defisit mencapai Rp 225,1 triliun atau 1,65 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Target sampai akhir tahun adalah Rp 397,2 triliun atau 2,92 persen terhadap PDB.
Meski demikian, skenario defisit yang akan dituju Kementerian Keuangan adalah 2,67 persen terhadap PDB. Hal ini mengandaikan realisasi belanja sampai akhir tahun adalah 98 persen. Sementara realisasi pendapatan mencapai 100 persen.
Namun, realisasi pendapatan sampai akhir tahun hampir pasti tidak akan mencapai 100 persen dari target. Pola pencapaian demikian sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Apalagi, sampai akhir September lalu, indikasi itu menguat.
Pajak yang menyumbang 75 persen dari total target pendapatan negara, realisasinya per 30 September baru Rp 771 triliun atau 60 persen dari target. Artinya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan harus menghimpun Rp 513 triliun pada Oktober-Desember untuk mencapai 100 persen dari target.
Jika realisasi pendapatan pajak di bawah target, skenario Kementerian Keuangan pun akan berubah. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya pekan lalu menyatakan bahwa defisit 2,67 persen tetap menjadi jangkar. Untuk itu, realisasi pendapatan dan belanja akan terus dipantau secara intensif.
Siklus tahunan
Pada tiga bulan terakhir dari tahun anggaran berjalan, realisasi pendapatan dan belanja selalu meningkat ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Ini sudah merupakan siklus tahunan.
Belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, realisasi belanja selalu berada di kisaran 90 persen dari pagu. Misalnya, realisasi pada 2015 dan 2016, masing-masing 90,5 persen dan 89,3 persen.
Artinya, skenario Kementerian Keuangan yang disampaikan kepada publik pertengahan tahun lalu, bahwa realisasi belanja sampai dengan akhir tahun sebesar 98 persen, besar kemungkinan tidak akan tercapai. Kondisi ini akan mengompensasi realisasi penerimaan negara yang di bawah target.
Kalaupun ada pelebaran dari skenario defisit 2,67 persen, Kementerian Keuangan memiliki ruang untuk menarik utang. Sebab, target defisit sesuai APBN-P 2017 adalah 2,92 persen terhadap PDB. Total utang bruto tahun ini, termasuk utang untuk membiayai defisit APBN, adalah Rp 717 triliun.
Sesuai target ini, Kementerian Keuangan masih memiliki jadwal penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak delapan kali dari Oktober hingga Desember. Sedianya target utang yang belum ditarik akan dipenuhi dari penerbitan empat kali Surat Utang Negara dan empat kali Surat Berharga Syariah Negara. Hingga pekan kedua Oktober, realisasi SBN mencapai 86,4 persen dari pagu utang bruto.
Catatan khusus perlu ditujukan untuk penerimaan pajak. Jika realisasi penerimaan pajak sampai akhir tahun, mengutip proyeksi Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), sekitar 89 persen dari target, rasio pajak terhadap PDB tahun ini hanya sekitar 9,2 persen. Ini akan menjadi rasio pajak terendah dalam beberapa tahun terakhir yang konsisten turun.
Pemerintah memang tengah menjalankan agenda reformasi perpajakan secara bertahap. Ini adalah langkah yang sifatnya jangka menengah, 3 hingga 5 tahun. Hasilnya tidak bisa diharapkan dalam jangka pendek.
Dengan kata lain, penerimaan pajak pun tidak bisa meningkat signifikan dalam jangka pendek. Untuk itu, selain penerimaan pajak yang terus didorong untuk meningkat setiap tahun, pemerintah juga harus meningkatkan penerimaan negara dari sumber-sumber lainnya. (FX LAKSANA AS)
No comments:
Post a Comment