Thursday, 22 February 2018
Dilema Cinta Negara Tak Boleh Mengkritik
Oleh : Mardigu Wowiek Prasantyo
Belum pernah saya di letakan dalam posisi dilemma seperti saat ini. Sebenaranya ngak penting-penting amat sih. Ini bukan di persimpangan jalan hidup yang maha penting, bukan. Saya merasa saya harus mengatakan sesungguhnya apa tidak. Itu saja kok. Saya ini mengandaikan seakan saya berada dalam pilihan jalan bercabang 3. Ketiganya jalan membentang cukup luas. Namun saya harus memilih satu jalan, tidak bisa ketiganya.
Dalam jalan bercabang tiga ada jalan yang di tengah yang paling lebar, namun kalau saya memilih jalan itu resikonya saya di katakan sebagai orang yang anti penguasa. Pilihan dua jalan lain adalah melipir tidak perduli, atau memilih mengemas dan tidak mengatakan yang sebenarnya.
Karena itu juga mendadak feeling saya menulis turun sedikit. Saya tidak menulis dalam diary status juga lumayan lama dan kalau melihat 3 negara saya kunjungi, 5 kota saya singgahi dalam kurun waktu 2 minggu ini rasanya yang hendak saya tuliskan bisa menjadi 30 tulisan , minimum.
Malam ini rindu saya menulis diary saya ini. baiklah saya menulis sedikit kegelisahan saya.
Saya mulai dari acara pertemuan resmi di sebuah lembaga Negara. Saya tidak di jadwalkan bicara, namun saya di minta bicara tepat 15 menit sebelum acara di mulai, saya di dakwa, harus bicara 10 menit tentang bidang ekonomi. Di depan beberapa pejabat utama negeri ini.
15 menit saya tercenung. Haruskah saya mengatakan yang sesungguhnya data apa adanya atau saya mengatakan dalam forum nanti sebuah informasi yang menyatakan “asal bapak senang”.
Sebagai abdi Negara di hari rabu saya adalah “man for hire” pada user. Dunia yang saya kenal sejak umur belasan mengajarkan saya salah satunya adalah kita ini di doktrin untuk loyal, dan keloyalan kita adalah loyal pada single user. Saat ini Kemenhan.
Ketika harus memberikan paparan secara fakta maka saya harus bagaimana penyajiannya?
Ketika nama saya di sebut untuk berbicara maka saya memulai dengan kalimat…
Ketika janji kampanye, beliau mengatakan uangnya ada, duitnya ADA!. Ketika menjabat menjadi presiden beliau tak lama kemudian berkunjung ke negera tirai bambu dan hingga saat ini rasanya sudah 6 kali bertandang kesana. Dan sejak saat itu semua impian proyek infrastruktur mulai berjalan di Indonesia dan tahulah saya bahwa yang di maksud uangnya ada, adalah uang untuk membangun dari china.
Sejak menjabat 2014 negara berhutang 2300 triliun warisan mantan baperan dan di akhir 2017 angka hutang Negara menjapai 3.900 triliun atau meningkat 1.600 triliun dalam 3 tahun jabatan.
Hutang ini adalah menggunakan BUMN china yang dipakai ke pembiayaan proyek infrastruktur bergabung dengan BUMN Indonesia. Di sisi pembiayaan local, proyek tersebut di- bridging pinjaman proyek menggunakan uang dari bank pelat merah. Efeknya bank pelat merah kering uangnya.
Kemudian walau proyek inftrasutur semua di kerjakan BUMN ternyata BUMN tersbeut tidak untung-untung amat malah bunting dan ada yang merugi hingga sampai harus men jual aset.
Ada lagi yang terlihat anteng-anteng seperti garuda. sudah harganya mahal tiketnya, pesawatnya selalu terisi ehhh sudah 5 bulan garuda menunggak pembayaran boeing? Saya bingung kok bisa ya? Ah mudah-mudahan ini gossip saja ya. Teman saya di boeing ngarang pasti ini.
Juga di BUMN lain hampir punya masalah yang sama, yaitu antam yang punya pontensi bermasalah dengan sumitomo.
Apa yang terjadi kalau Boieng men somasi garuda? Atau sumitomo mengsomasi Antam? Bisa bangkrut itu BUMN dan bisa mnyeret BUMN yang lain. karena memang BUMN khan jaminannya tanggung renteng, bisa “cross default ”
Bagi saya yang membenci BUMN membuat meledak emosi saya karena urusan begini.
Saya dari dulu muak dengan tingkah polah BUMN yang isinya di keruk pejabat dan politikus senayan. Saya jadi berfikir, jangan-jangan rubuhnya infrastruktur yang lagi di bangun saat ini karena “spek” teknis di “makan” mereka. Sehingga mutu turun dan rubuh, untung belum di pakai, bayangkan kalau sudah di pakai. Berapa korban nya?
2 tahun lebih saya mengkrtik infrastruktur yang salah design, salah bangun karena terburu-buru. Yang membuat saya di benci fans nya pakde. Membuat saya di hujat sebagai tidak NKRI karena tidak setuju infrastruktur.
Sekali lagi saya katakan, saya tidak setuju cara membangunnya yang memakai hutang, memakai teknologi china, dan memakai orang dari tiongkok. Clean clear saya mengatakannya. Berimbas ke sector pembiayaan lainnya karena bank sesungguhnya adalah urat nadi ekonomi. Sector kredit turun terendah dengan growth hanya 4% tahun lalu.
Sector industry yang biasanya di atas pertumbuan nasional untuk pertama dalam waktu yang lama industry tumbuh di bawah pertumbuhan nasional.
Saya melihat ini sebagai ancaman, atau threat.
Saya jabarkan latar belakang dalil threat yang saya pakai, dari teori Lloyd yang rumusnya, T = I.C.C.V
Atau Threat = Intention x circumstance x capabilitas x vehicle
Dalam buku “china private army” dengan sub judul “protecting the new silk road” jelas mengatakan instrument penerapan hegemony china dalam penaklukan sebuah wilayah adalah dengan “DEBT TRAP” dan bagi saya Indonesia sudah jatuh di jebakan tersebut.
I.C.C.V nya semua terbukti. Dan saya menyatakan secara gamblang, ini memenuhi kaidah NEGARA TERANCAM dan semua ini sudah memasuki titik rawan. Dalam pelajaran dasar kami di ajarkan, kerawanan kalau di ekploitisir akan menyebabkan kelumpuhan.
Siapa yang meng-ekspoitisir? Kapan di lakukan? Saya tidak tahu, sahabat semua boleh merenungkannya. Bagi saya, saya melihat banyak kerawanan-kerawanan ini. sungguh saya khawatir, saya dalam dilemma besar. Bolehkan saya jujur dan terbuka? Atau saya harus diam, masalahnya lagi, yang pro china semua pejabat negara di lingkar istana, jiaah cape deh!!.
Tuesday, 20 February 2018
Manajemen Dana Ilmu Pengetahuan Nasional
Status : Draft
Referensi
- Indonesian scientists hamstrung by year-long funding delay, https://www.nature.com/articles/d41586-018-02118-7
Subscribe to:
Posts (Atom)