Friday 28 October 2016

Menyikapi dr SpOG di Makasar yang Kecelakaan karena Ngebut Mau Menolong Pasien...

Tulisan ini diambil dari posting media sosial Cucuk Santoso.




Menyikapi dr SpOG di Makasar yg kecelakaan krn ngebut mau nolong pasien...


Tanggapan Dr.Emir Fachridin SPOG

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un semoga arwah beliau diterima di sisi Nya, dan keluarga yang ditinggalkan tabah dan kuat...

Jadi ingat pengalaman pengalaman pribadi, kebut kebutan utk menolong pasien di rumah sakit. Berapa kali hampir tabrakan di kemacetan pembangunan LRT. Sampai di RS bayinya sudah lahir, dan suami si pasien marah marah karena dokternya terlambat. Dan dimulai dengan BENTAKAN maut yang sering saya dengar, "APA KARENA KAMI PASIEN BPJS , JADI DOKTER TELAT DATANGNYA???"

Pasien BPJS seringkali datang ke IGD udah bukaan lengkap sehingga kita dokter kandungan harus buru-buru kebut2an ke RS.

KENAPA??

Dalam era BPJS ini, banyak peraturan BPJS yang membuat kita sebagai dokter kandungan lebih stress dalam menghadapi pasien karena:


Paling sering terjadi pasien kebanyakan datang udah bukaan 9cm atau lengkap, jadinya harus ngebut ke RS
Kenapa? Pasien BPJS tidak boleh diterima di RS bila pembukaannya masih di bawah 4cm, sehingga seringkali pasien datang sudah bukaan lengkap, dan tak jarang pasien melahirkan dalam mobil karena sebelumnya ditolak, kenapa ditolak? Ya karena belum bukaan 4cm tadi (kriteria emergency dari BPJS)

Pasien datang dengan kondisi syok, perdarahan pasca melahirkan di rumah, karena mau melahirkan di faskes primer, fasilitas kamar bersalin tidak ada. Mau ke rumah sakit, takut ditolak.

Dan satu lagi untuk diketahui, BPJS cuma memberi jatah kontrol hamil sebanyak 3 kali selama kehamilannya, tidak peduli jika dalam pemeriksaannya, kita mendapatkan kelainan- kelainan yang perlu dimonitoring ketat

Pasien datang dengan letak sungsang bukaan lengkap. Waktu ditanya kenapa tidak pernah kontrol ke rumah sakit sebelumnya? Ya karena ga dikasih rujukan ke RS. Mau biaya sendiri mereka tidak mau karena sudah dibebankan dengan iuran setiap bulannya. Jadi pasien menganggap kalau periksa lagi pakai biaya pribadi ya buat apa bayar iuran tiap bulannya

Pasien datang dengan perdarahan hebat karena plasenta previa. Waktu ditanya kenapa tidak kontrol lagi waktu sudah mendekati tafsiran persalinan? Karena jatah periksanya sudah habis, kan cuma bisa 3 kali selama hamil. Dia ga punya uang buat periksa dengan biaya sendiri. Karena di kartu keluarganya (KK) ada 8 orang dan wajib bpjs semua. Jadi uang gaji suaminyanya sudah habis untuk membayar iuaran bulanan 8 orang di KK tersebut

Pasien hamil kembar, datang dengan satu janin meninggal dalam rahim karena solusio plasenta (plasenta lepas sebelum waktunya) karena darah tinggi dan kembar.
Waktu ditanya, " kenapa ga rajin kontrol? Kan udah saya jelaskan sebelumnya pas kontrol pertama, kl ibu ada darah tinggi (preeklampsia ringan) dan kembar pula. Berarti harus dimonitoring ketat persalinannya? "
Si ibu menjawab, "ga punya uang. Dan lagian jatah kontrol pakai bpjs nya udah habis karena udah lebih dari 3 kali. Uangnya udah habis untuk bayar iuran bpjs satu KK, yang di dalamnya terdaftar 5 orang anggota keluarga"

Kalau udah begini yang salah siapa?
Ya kita dan pasien, kenapa kita mau jadi dokter kandungan, dan pasiennya juga kenapa mau jadi pasien.

No comments:

Post a Comment